LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA
I.
Nomor Percobaan : IV (empat)
II.
Tanggal Percobaaan : Kamis, 05-11-2015
III.
Judul Percobaan : Kromatografi Lapis Tipis
IV.
Tujuan Percobaan :
Untuk mengetahui dan memahami cara pemisahan dan identifikasi
kation dan anion dengan menggunakan kromatografi lapis tipis.
V.
Dasar Teori
Dalam
analisis dalam berbagai kandungan kimia, cara pertama yaitu campuran harus
dipisahkan. Banyak cara untuk memisahkan senyawa dalam suatu campuran, salah
satu diantaranya yang paling sering dan mudah diguunakan yaitu kromatografi.
Proses kromatografi melibatkan 2 fase yaitu fase gerak dan fase diam. Fase
gerak dapat berupa gas atau cairan sedangkan fase diam dapat berupa celah-celah
atau bentuk granul padat atau berupa lapisan cairan encer yang diserap oleh
sebuah padatan.
Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli
botani Rusia, Michael Rswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna
dalam tanaman dengan cara perlokasi ekstrak petroleum eter dalam kolom
gelasyang berisi kalsium karbonat (CaCO3).
Kromatografi
merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan 2 fase yaitu gerak dan diam
serta mengkuantifikasi macam-macam komponen dalam suatu campuran yang kompleks,
baik komponen organik mauapun anorganik.
Kromatografi
dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pemisahannya misalnya kromatografi
adsorpsi, afinitas, penukar ion, dsb. Kromatografi juga dapat diklasifikasikan
berdasarkan alat yang digunakan seperti Kromatografi Kertas (KK), Kromatografi
Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan Kromatografi Gas
(GC).
Dalam
kromatografi juga dikenal istilah kromatografi jenis planar dan kolom.
Kromatografi planar menggunakan fase diam berupa lempeng tipis yang umumnya
terbuat dari kaca, lempeng alumunium dan sebagainya. Yang termasuk kromatografi
planar yaitu kromatografi kertas (KK) dan kromatografi lapis tipis (KLT).
Kromatografi
lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan murah dibandingkan dengan
kromatografi kolom. Demikiann juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi
lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan hampir semua
laboratorium melaksanakan metode ini.
Kromatografi lapis tipis (KLT) fase diamnya berupa
lapisan seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng
kaca, pelat alumunium, atau pelat plastic.
Fase diam
pada KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara
10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam, semakin baik
kinerja KLT dalam hal efisien dan resolusinya. Penjerap yang paling sering
digunakan adalah silica dan serbuk
selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama adalah pada KLT yaitu adsorpsi
dan partisi. Untuk tujuan tertentu, pejerap atau fase diam dapat dimodifikasi
dengan cara pembaceman.
Fase gerak
dari pustaka dapat ditentukan dengan uji pustaka atau dengan dicoba-coba karena
pengerjaan KLT ini cukup cepat dan mudah. Sistem yang paling sederhana ialah
campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran ini dapat diatur
sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi dengan optimal. Dalam
pembuatan dan pemilihan fase gerak yang harus diperhatikan yaitu kemurnian dari eluen itu sendiri karena KLT
merupak teknik yang sensitif; daya elusi dari pelarut itu juga harus diatur
sedemikian rupa agar harga Rf berkisar antara 0,2-0,8 yang menandakan pemisahan
yang baik; polaritas dari pelarut juga harus diperhatikan agar pemisahan terjadi
dengan sempurna.
Ada 2 cara yang digunakan untuk menganalisis secara
kuantitatif dengan KLT. Pertama, bercak yang terbentuk diukur langsung pada
lempeng dengan menggunakan ukur luas atau dengan teknik densitometri. Cara
kedua yaitu dengan mengorek bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat
dalam bercak tersebut dengan menimbang hasil korekan.
Identifikasi
secara kulitatif pada kromatografi kertas khususnya kromatografi lapis tipis
dapat ditentukan dengan menghitung nilai Rf. Nilai Rf merupakan ukuran
kecepatan migrasi suatu senyawa. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan
antara jarak senyawa titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal.
Beberapa metode kromatografi
Kromatografi kertas, dinamakan berdasarkan
bahan yang digunakan untuk fiksasi stationer. Kromatografi lapis
tipis, mendapatkan namanya dari bentuk luar adsorbs yang digunakan sebagai fase
stationer yang difiksasi sebagai lapis tipis pada penyangga seperti kaca atau
gelas atau lembar aluminium.
Kromatografi kolom bahan sorpsi dapat
diisikan ke dalam kolom gelas.
Kromatografi gas, membutuhkan kolom khusus
yang diisi bahan sorpsi, sedangkan fase mobil yang digunakan adalah gas.
Kromatografi tekanan tinggi, berbeda
dengan kromatografi gas, sebagai ganti gas adalah suatu cairan yang dimasukkan
dengan tekana tinggi kedalam kolom yang berisi.
Kromatografi penuh terion, menggunakan
harsa sintetik sebagai fase stationer yang bertindakk sebagai penukar kation
atau anion.
Kromatografi afinitas, sebagai fase
stationer digunakan pengembang makromolekul dengan gugus fungsi yang mempunyai
afinitas yang jelas atau mempunyai kemampuan bereaksi terhadap molekul yang
hendak ditentukan.
Kromatografi gel, menggunakan
gel untuk pemisah yang terdiri dari partikel berpori yang menggelembung.
VI.
Alat dan Bahan
1. Alat
1.
Gelas
kimia 50 ml
2.
Gelas
ukur 5 ml
3.
Magnetic
stirrer
4.
Batang
pengaduk
5.
Beaker
glass
6.
Plat kaca
7.
Alat stahl
2. Bahan
1. Penyemprot ninhidrin
2. Silica gel
3. Eluen (alcohol)
4. Penyemprot kupri nitrat
5. Arginin
6. Glysin
7. Asparagin
VII.
Prosedur Percobaan
1.
Pembuatan Lapis Tipis
Plat gelas yang dipakai hars bersih, terutama harus bebas lemak. Timbang 25
gr silica gel dan kocok dengan 50 ml air selama 30 detik (jangan terlalu
kental). Kemudian suspensi ini dituangkan keatas plat kaca dan siap ditipiskan.
Tebal lapis harus sama.
2.
Meneteskan Larutan Zat Yang Diperiksa
Zat asam amino (Glutamate, Arginin,
Glisin, Alanin) diteteskan
pada plat silica gel kira-kira 3 cm dari tepi bawah. Jika banyak macam zat yang
akan diselidiki, maka ini dapat diteteskan sejajar dengan jarak 1,5 cm dari
tepi sisi. Penetesan harus dilakukan dengan hati-hati sekali agar permukaan
lapis tidak rusak. Tempat- tempat pada plat yang akan ditetesi dengan larutan
tersebut, sebelumnya telah diberi titik dengan ujung pensil yang runcing, guna
mengetahui kelak titik-titik permulaan. Lubang-lubang yng kecil ini tidak akan
banyak mempengaruhi bentuk noda.
3.
Cara Melakukan Elusi
Plat-plat yang telah dibasahi asam amino dan yang telah dikeringkan,
dimasukan kedalam ruang kromatografi. Disini yang dipakai adalah kromatografi
mendaki. Hendaknya suhu dibuat tetap. Kromatografi diberhentikan setelah eluen
berjalan sekitar 10 cm. Pada batas ini semula diberi tanda garis dengan ujung
pensil yang runcing. Plat diambil dan dikeringkan pada suhu kamar.
4.
Cara Pewarnaan
a) Dengan hati-hati plat disemprot dengan
larutan ninhidrin. Kemudian plat dikeringkan pada 60 oC selama 30
menit atau pada 110 oC selama 10 menit. Kalau dipanaskan lebih lama,
maka nantinya plat akan bewarna sedikit rose.
b) Untuk menstabilkan noda-noda setelah
diwarnakan dengan ninhidrin, maka plat kemudian disemprot dengan larutan
penyemprot kupri nitrat. Maka akan terjadi ikatan kompleks Cu-ninhidrin yang
bewarna. Sesudah disemprot, plat harus dikenakan uap amonia.
VIII.
Hasil Pengamatan
Teori
Asam Amino
|
Waktu retensi (Rf)
|
Arginin
|
0,20
|
Glisin
|
0,26
|
Asparagin
|
0,5
|
Praktek
Asam Amino
|
Jarak yang ditempuh oleh
pelarut
|
Jarak Noda
setelah disemprot Ninhidrin
|
Jarak Noda setelah disemprot
CuNO3
|
Waktu retensi (Rf)
|
Arginin
|
5 cm
|
3,0 cm
|
3,1 cm
|
0,6
|
Glisin
|
4,2 cm
|
3,0 cm
|
3 cm
|
0,71
|
Asparagin
|
4 cm
|
3,5 cm
|
3,7 cm
|
0,875
|
Asam amino X
|
5 cm
|
3,2 cm
|
3,2 cm
|
0,64
|
IX.
Analisa Data :
Rf = 

1. Arginin 3.
Asparagin
Rf =
= 0,6 Rf =
= 0,875


2. Glisin 4.
Asam amino
Rf =
= 0,71 Rf =
= 0,64


X.
Persamaan Reaksi :
Reaksi asam amino glisin dengan ninhidrin






XI.
Pembahasan
Pada percobaan yang berjudul kromatografi lapis tipis
bertujuan untuk mengetahui cara pemisahan asam amino dengan cara kromatografi
lapis tipis dan menghitung harga Rf dari asam-asam amino yang diuji. Pada
percobaan kali ini media pemisahan dan/atau bahan yang digunakan adalah silica
gel C pada lempeng kaca, ninhidrin, Cu(NO3) dan alcohol (etanol 95%).
Kaca yang digunakan harus benar-benar bersih bebas dari lemak agar tidak
menghambat laju dari asam amino unttuk diukur waktu retensi (Rf)nya.
Oleh karena itu dibersihkan menggunakan sabun pencuci piring anti lemak dan
dikeringkan di udara. Silica gel bertindak sebagai fase diam sementara eluen atau etanol
bertindak sebagai fase geraknya. Sampel asam amino yang diuji dalam percobaan
ini yaitu arginine, glisin, asparagine dan asam amino X yang merupakan asam
amino dari salah satu dari tiga sampel lain yang disamarkan namanya. Asam amino
X ini akan kita tentukan setelah melihat hasil dari percobaan ini.
Pertama-tama
sebelum menguji melakukan uji dengan sampel, praktikan mesti membuat lapis
tipis dari silica gel pada lempeng kaca yang sudah bersih dari lemak. Pembuatan lapisan tipis dilakukan dengan menambahkan 25 gr silika gel
dengan 40 ml air, lalu dilakukan pengadukan dengan magnetic stirer dan
dituangkan ke lempeng kaca. Waktu antara pengadukan dan penuangan silica gel ke
lempeng kaca tidak boleh terlalu lama, sebab silica gel akan menjadi kental
seperti lem bila dibiarkan terlalu lama. Setelah diaduk segera dituangkan ke
lempeng kaca yang sudah diselotip
pinggir kiri dan kanannya dengan jarak 1 cm. Kami melakukan beberapa kali
pengulangan untuk membuat lapis tipis ini karena lapisan permukaan silica gel
yang kelompok kami buat bergelombang. Lapis tipis ini harus rata agar laju dari
eluen dan asam amino tidak ada yang terhambat karena gelombang pada lapis tipis
tersebut. Oleh karena itu di dalam
membuat lapis tipisnya hanya dilakukan
penarikan silikanya sebanyak satu kali tarikkan agar permukaannya tidak
bergelombang.
Ke empat sampel
yang kita gunakan kemudian kita teteskan sedikit sekitar 1 tetes pada plat kaca
kira – kira 2 cm dari tepi bawah plat yang diteteskan berjajar dengan jarak
penotolan kira – kira 3 cm. Lalu asam amino dimasukkan ke dalam ruang
kromatografi yang telah diisi dengan eluen. Skala yang dibuat untuk mengukur
laju eluen diukur sepanjang 10 cm, namun di dalam prakteknya eluennya tidak naik
ke atas lapis tipis sampai pada skala maksimal yaitu 10 cm. Pergerakan
laju eluen pada tiap asam amino yang diuji berbeda-beda, masing-masing untuk
asam amino arginine, glisin, asparagine dan asam amino X ialah 5 cm, 4,2 cm, 4
cm dan 5 cm. Hal ini disebabkan karena lapisan silica gel yang kelompok
praktikan buat terlalu tebal sehingga jarak yang ditempuh eluen (pelarut) tidak
sampai pada skala maksimal 10 cm dan hasilnya berbeda-beda untuk tiap sampel
yang digunakan.
Untuk
melihat bercak noda dari jarak yang ditempuh asam amino dapat disemprotkan
dengan larutan ninhidrin agar terbentuk warna. Ninhidrin berfungsi untuk
melacak jalannya asam amino dengan menimbulkan warna merah pada umumnya pada
asam amino. Namun pada sampel yang praktikan gunakan menghasilkan perubahan
warna yang berbeda-beda untuk masing-masing asam amino. Uji ninhidrin positif untuk
semua asam amino yang memiliki gugus a- amino bebas. Setelah disemprot dengan ninhidrin, arginine berubah
warna menjadi warna ungu, glisin berwarna kuning, asparagine berwarna orange
dan asam amino X berwarna ungu. Dari perubahan warna ini praktikan sudah bisa
membuat hipotesis bahwa asam amino X itu adalah arginine karena perubahan warna
yang ditimbulkan sama. Setelah disemprot dengan ninhidrin, lalu diukur noda/jarak
yang ditempuh tiap asam amino menggunakan mistar. Jarak yang ditempuh oleh asam
amino arginine, glisin, asparagine dan asam amino X secara berurutan yaitu 3
cm, 3 cm, 3,5 cm dan 3,2 cm. Kemudian baru plat kacanya dikeringkan. Selanjutnya plat kaca yang sudah kering disemprotkan kembali menggunakan
penyemprotan kupri nitrat menghasilkan warna merah pada arginin, warna kuning
pudar pada glisin, warna orange pada asparagin dan warna merah pada asam amino
X. Noda yang timbul ini lalu diukur dan hasilnya berbeda ketika disemprotkan
menggunakan penyemprot ninhidrin. Jarak noda setelah disemprotkan dengan
penyemprot Cu(NO)3 yaitu arginin 3,1 cm, glisin 3 cm, asparagin 3,7
cm dam asam amino X 3,2 cm.
Setelah
semua data hasil diperoleh, praktikan bisa menghitung nilai Rf dari
masing-masing asam amino yang digunakan. Cara menghitung Rf
dari asam amino yaitu dengan cara membandingkan jarak yang ditempuh oleh asam
amino dengan jarak yang ditempuh oleh eluen pada plat/lempeng kaca. Berdasarkan
hasil percobaan yang dilakukan, diperoleh nilai Rf untuk asam amino arginin sebesar 0,6, asam amino glisin 0,71, asam amino asparagin 0,875 dan asam amino X adalah 0,64. Dari semua hasil pengamatan
yang diperoleh menunjukkan bahwa asam
amino X memiliki data yang mendekati atau hampir sama dengan data yang
diperoleh untuk asam amino arginine. Maka bisa dipastikan asam amino X ini
merupakan asam amino arginine.
Hasil nilai Rf dari semua sampel secara praktek tidak ada yang sesuai dengan nilai Rf asam amino
tersebut
secara teori. Faktor-faktor kesalahan yang membuat hal ini
dapat terjadi yaitu kesalahan
dalam pembuatan lapisan silica gel yang tebal, dan kurangnya waktu pemanasan yang digunakan untuk mengeringkan lapisan silica
gelnya.
XII.
Kesimpulan
1. Pada
Pembuatan lapis tipis, plat kacanya yang digunakan harus benar-benar terbebas
dari lemak, karena bila ada dapat mengganggu jalannya kromatografi.
2. Dalam percobaan kromatografi
lapis tipis ini, silica gel bertindak sebagai fase diam sementara eluen atau
etanol bertindak sebagai fase geraknya.
3. Pengidentifikasian
asam amino dilakukan dengan melihat noda atau bintik yang dihasilkan, sehingga
kita dapat menghitung Rf dari asam amino dengan cara membandingkan jarak yang
ditempuh oleh asam amino dengan jarak yang ditempuh oleh eluen pada plat/lempeng
kaca.
4. Untuk
memberikan warna pada noda atau bintik yang dihasilkan kita dapat menggunakan
larutan ninhidrin dan larutan kuprinitrat sebagai penstabil warnanya karena
terjadi ikatan kompleks Cu- ninhidrin yang berwarna.
5.
Nilai Rf asam amino arginin sebesar 0,6; asam amino glisin 0,71; asam amino asparagin 0,875; dan asam amino X adalah 0,64.
XIII.
Daftar Pustaka
Adonara, Erlinda. 2013. Kromatografi
Lapis Tipis. (Online). http://erlindaadonara.blogspot.com/2013/09/kromatografi-lapis-tipis.html. Diakses
pada tanggal 9 November 2015.
Anonim. 2014. Kromatografi Lapis
Tipis. (Online).
Diakses pada tanggal 9
November 2015.
Sendana, Endra. 2013. Kromatografi
Lapis Tipis. (Online).
Diakses pada tanggal 9
November 2015.
XIV.
Lampiran
Tugas dan
Peranyaan
1.
Menganalisa secara kualitatif
dengan cara kromatografi lapis tipis satu dimensi. Suatu larutan asam amino
yang tersedia, hitung berapa harga RFnya?
Jawab: 25 gram silika gel dalam 50 ml
air diaduk sampai homogen, kemudian dituangkan ke atas lempeng kaca yang telah
diukur pinggir kanannya 2 cm dan ditempeli dengan kertas dengan plester. Setelah
itu larutan silika gel dituangkan dan diratakan. Panaskan silica gel dengan
suhu 60oC di dalam oven. Setelah kering silica gel tersebut diukur
dari bawah sepanjang 2 cm dan diberikan tanda atau garis. Pada garis itu
ditotolkan dengan asam amnio, masing-masing adalah arginin, glysin, asparagine
dan asam amino X. Lalu masukkan plat tersebut ke dalam ruang kromatografi yang
telah diisi dengan eluen (etanol : air 100 : 39 b/v). Setelah itu dikeringkan
dalam oven dengan suhu 110 °C selama 10 menit. Kemudian disemprotkan dengan
ninhidrin dan dikeringkan kembali selama 30 menit. Kemudian disemprotkan
kembali dengan kupri nitrat. Setelah itu diukur jarak asam amino tersebut
adalah sebagai berikut serta harga Rf nya :
Dari
hasil pengamatan diketahui jarak yang ditempuh oleh pelarut untuk plat setiap
asam amino berbeda-beda. sedangkan untuk asam amino adalah:

Maka:
1. Arginin 3.
Asparagin
Rf =
= 0,6 Rf =
= 0,875


2. Glisin 4.
Asam amino
Rf =
= 0,71 Rf =
= 0,64


2. Tuliskan reaksi antara ninhidrin dengan asam amino!

3.
Sebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi Rf pada KLT?
Jawab: Kepolaran senyawa, jenis pelarut,
jarak penetesan, dan fasa diam (adsorbennya).
4. Terangkan bagaimana orang melakukan analisa
kuantitatif suatu zat tertentu dengan cara kromatografi lapis tipis?
Jawab: Dengan menyemprotkan lempeng dengan asam sulfat 50% atau 25% dalam etanol
kemudian dipanaskan sehingga semua bahan organic akan terbakar dan tampak
sebagai noda-noda coklat. Mengamati lempeng dengan sinar UV sehingga noda-noda
yang menyerap sinar UV atau sebaliknya dengan memancarkannya. Bahan sampel
ditotolkan pada salah satu sudut lempeng sebagai suatu titik dan pemisahahn
dilakukan setelah lempeng kering. Kemudian dipisahkan lagi dengan satu system
solven yang lain dengan arah tegak lurus dari arah semula.
5. Terangkan bagaimana cara melakukan kromatografi
lapis tipis dua dimensi dan bilakah orang terpaksa melakukan cara itu?
Jawab: Dengan mengamati kepekatan warna yang
diperoleh. Untuk cara ini, sample diteteskan dipojok kanan bawah dari plat TLC
yang berukuran 20 x 20 cm, kira-kira 2 cm dari tepi kanan dan dari bawah.
Setelah pengembangan pertama selesai, plat dikeringkan. Untuk mencegah
terjadinya kerusakan senyawa yang dipisahkan selama pengeringan sebaiknya
dilakukan dengan aliran gas N2. Setelah dikeringkan, plat dikembangkan
dengan menggunakan system pelarut yang kedua dengan memutar arah plat 90o.
menggunakan cara ini mendapatkan hasil pengembangan yang lebih baik dengan
penggunaan dua macam system pelarut, dan apabila pengembangan satu dimensi
mendapatkan hasil yang kurang sempurna.

No comments:
Post a Comment