Tuesday, November 10, 2015

Laporan Praktikum Biokimia : Kromatografi Lapis Tipis

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA

I.                   Nomor Percobaan                 : IV (empat)
II.                Tanggal Percobaaan             : Kamis, 05-11-2015
III.             Judul Percobaan                   : Kromatografi Lapis Tipis
IV.             Tujuan Percobaan                :
Untuk mengetahui dan memahami cara pemisahan  dan identifikasi kation dan anion dengan menggunakan kromatografi lapis tipis.

V.                Dasar Teori
      Dalam analisis dalam berbagai kandungan kimia, cara pertama yaitu campuran harus dipisahkan. Banyak cara untuk memisahkan senyawa dalam suatu campuran, salah satu diantaranya yang paling sering dan mudah diguunakan yaitu kromatografi. Proses kromatografi melibatkan 2 fase yaitu fase gerak dan fase diam. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan sedangkan fase diam dapat berupa celah-celah atau bentuk granul padat atau berupa lapisan cairan encer yang diserap oleh sebuah padatan.
Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia, Michael Rswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perlokasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelasyang berisi kalsium karbonat (CaCO3).
      Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan 2 fase yaitu gerak dan diam serta mengkuantifikasi macam-macam komponen dalam suatu campuran yang kompleks, baik komponen organik mauapun anorganik.
      Kromatografi dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pemisahannya misalnya kromatografi adsorpsi, afinitas, penukar ion, dsb. Kromatografi juga dapat diklasifikasikan berdasarkan alat yang digunakan seperti Kromatografi Kertas (KK), Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan Kromatografi Gas (GC).
      Dalam kromatografi juga dikenal istilah kromatografi jenis planar dan kolom. Kromatografi planar menggunakan fase diam berupa lempeng tipis yang umumnya terbuat dari kaca, lempeng alumunium dan sebagainya. Yang termasuk kromatografi planar yaitu kromatografi kertas (KK) dan kromatografi lapis tipis (KLT).
      Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikiann juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan hampir semua laboratorium melaksanakan metode ini.
Kromatografi lapis tipis (KLT) fase diamnya berupa lapisan seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat alumunium, atau pelat plastic.
      Fase diam pada KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam, semakin baik kinerja KLT dalam hal efisien dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah  silica dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama adalah pada KLT yaitu adsorpsi dan partisi. Untuk tujuan tertentu, pejerap atau fase diam dapat dimodifikasi dengan cara pembaceman.
      Fase gerak dari pustaka dapat ditentukan dengan uji pustaka atau dengan dicoba-coba karena pengerjaan KLT ini cukup cepat dan mudah. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran ini dapat diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi dengan optimal. Dalam pembuatan dan pemilihan fase gerak yang harus diperhatikan yaitu  kemurnian dari eluen itu sendiri karena KLT merupak teknik yang sensitif; daya elusi dari pelarut itu juga harus diatur sedemikian rupa agar harga Rf berkisar antara 0,2-0,8 yang menandakan pemisahan yang baik; polaritas dari pelarut juga harus diperhatikan agar pemisahan terjadi dengan sempurna.
Ada 2 cara yang digunakan untuk menganalisis secara kuantitatif dengan KLT. Pertama, bercak yang terbentuk diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukur luas atau dengan teknik densitometri. Cara kedua yaitu dengan mengorek bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan menimbang hasil korekan.
      Identifikasi secara kulitatif pada kromatografi kertas khususnya kromatografi lapis tipis dapat ditentukan dengan menghitung nilai Rf. Nilai Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal.
Beberapa  metode kromatografi
      Kromatografi kertas, dinamakan berdasarkan bahan yang digunakan untuk fiksasi stationer. Kromatografi lapis tipis, mendapatkan namanya dari bentuk luar adsorbs yang digunakan sebagai fase stationer yang difiksasi sebagai lapis tipis pada penyangga seperti kaca atau gelas atau lembar aluminium.
      Kromatografi kolom bahan sorpsi dapat diisikan ke dalam kolom gelas.
      Kromatografi gas, membutuhkan kolom khusus yang diisi bahan sorpsi, sedangkan fase mobil yang digunakan adalah gas.
      Kromatografi tekanan tinggi, berbeda dengan kromatografi gas, sebagai ganti gas adalah suatu cairan yang dimasukkan dengan tekana tinggi kedalam kolom yang berisi.
      Kromatografi penuh terion, menggunakan harsa sintetik sebagai fase stationer yang bertindakk sebagai penukar kation atau anion.
      Kromatografi afinitas, sebagai fase stationer digunakan pengembang makromolekul dengan gugus fungsi yang mempunyai afinitas yang jelas atau mempunyai kemampuan bereaksi terhadap molekul yang hendak ditentukan.
Kromatografi gel, menggunakan gel untuk pemisah yang terdiri dari partikel berpori yang menggelembung.

VI.             Alat dan Bahan
1. Alat
1.      Gelas kimia 50 ml
2.      Gelas ukur 5 ml
3.      Magnetic stirrer
4.      Batang pengaduk
5.      Beaker glass
6.      Plat kaca
7.      Alat stahl
2. Bahan
1.      Penyemprot ninhidrin
2.      Silica gel
3.      Eluen (alcohol)
4.      Penyemprot kupri nitrat
5.      Arginin
6.      Glysin
7.      Asparagin

VII.          Prosedur Percobaan
1.    Pembuatan Lapis Tipis
Plat gelas yang dipakai hars bersih, terutama harus bebas lemak. Timbang 25 gr silica gel dan kocok dengan 50 ml air selama 30 detik (jangan terlalu kental). Kemudian suspensi ini dituangkan keatas plat kaca dan siap ditipiskan. Tebal lapis harus sama.
2.    Meneteskan Larutan Zat Yang Diperiksa
Zat asam amino (Glutamate, Arginin, Glisin, Alanin) diteteskan pada plat silica gel kira-kira 3 cm dari tepi bawah. Jika banyak macam zat yang akan diselidiki, maka ini dapat diteteskan sejajar dengan jarak 1,5 cm dari tepi sisi. Penetesan harus dilakukan dengan hati-hati sekali agar permukaan lapis tidak rusak. Tempat- tempat pada plat yang akan ditetesi dengan larutan tersebut, sebelumnya telah diberi titik dengan ujung pensil yang runcing, guna mengetahui kelak titik-titik permulaan. Lubang-lubang yng kecil ini tidak akan banyak mempengaruhi bentuk noda.
3.    Cara Melakukan Elusi
Plat-plat yang telah dibasahi asam amino dan yang telah dikeringkan, dimasukan kedalam ruang kromatografi. Disini yang dipakai adalah kromatografi mendaki. Hendaknya suhu dibuat tetap. Kromatografi diberhentikan setelah eluen berjalan sekitar 10 cm. Pada batas ini semula diberi tanda garis dengan ujung pensil yang runcing. Plat diambil dan dikeringkan pada suhu kamar.
4.    Cara Pewarnaan 
a)      Dengan hati-hati plat disemprot dengan larutan ninhidrin. Kemudian plat dikeringkan pada 60 oC selama 30 menit atau pada 110 oC selama 10 menit. Kalau dipanaskan lebih lama, maka nantinya plat akan bewarna sedikit rose.
b)      Untuk menstabilkan noda-noda setelah diwarnakan dengan ninhidrin, maka plat kemudian disemprot dengan larutan penyemprot kupri nitrat. Maka akan terjadi ikatan kompleks Cu-ninhidrin yang bewarna. Sesudah disemprot, plat harus dikenakan uap amonia.

VIII.       Hasil Pengamatan
Teori
Asam Amino
Waktu retensi (Rf)
Arginin
0,20
Glisin
0,26
Asparagin
0,5

Praktek
Asam Amino
Jarak yang ditempuh oleh pelarut
Jarak Noda
setelah disemprot Ninhidrin
Jarak Noda setelah disemprot CuNO3
Waktu retensi (Rf)
Arginin
5 cm
3,0 cm
3,1 cm
0,6
Glisin
4,2 cm
3,0 cm
3 cm
0,71
Asparagin
4 cm
3,5 cm
3,7 cm
0,875
Asam amino X
5 cm
3,2 cm
3,2 cm
0,64

IX.             Analisa Data :
Rf =  

1.      Arginin                                          3. Asparagin
Rf =  = 0,6                                Rf =  = 0,875
2.      Glisin                                             4. Asam amino
Rf =  = 0,71                           Rf =  = 0,64

X.                Persamaan Reaksi :
Reaksi asam amino glisin dengan ninhidrin
XI.             Pembahasan
            Pada percobaan yang berjudul kromatografi lapis tipis bertujuan untuk mengetahui cara pemisahan asam amino dengan cara kromatografi lapis tipis dan menghitung harga Rf dari asam-asam amino yang diuji. Pada percobaan kali ini media pemisahan dan/atau bahan yang digunakan adalah silica gel C pada lempeng kaca, ninhidrin, Cu(NO3) dan alcohol (etanol 95%). Kaca yang digunakan harus benar-benar bersih bebas dari lemak agar tidak menghambat laju dari asam amino unttuk diukur waktu retensi (Rf)nya. Oleh karena itu dibersihkan menggunakan sabun pencuci piring anti lemak dan dikeringkan di udara. Silica gel bertindak sebagai fase diam sementara eluen atau etanol bertindak sebagai fase geraknya. Sampel asam amino yang diuji dalam percobaan ini yaitu arginine, glisin, asparagine dan asam amino X yang merupakan asam amino dari salah satu dari tiga sampel lain yang disamarkan namanya. Asam amino X ini akan kita tentukan setelah melihat hasil dari percobaan ini.
Pertama-tama sebelum menguji melakukan uji dengan sampel, praktikan mesti membuat lapis tipis dari silica gel pada lempeng kaca yang sudah bersih dari lemak. Pembuatan lapisan tipis dilakukan dengan menambahkan 25 gr silika gel dengan 40 ml air, lalu dilakukan pengadukan dengan magnetic stirer dan dituangkan ke lempeng kaca. Waktu antara pengadukan dan penuangan silica gel ke lempeng kaca tidak boleh terlalu lama, sebab silica gel akan menjadi kental seperti lem bila dibiarkan terlalu lama. Setelah diaduk segera dituangkan ke lempeng kaca yang sudah  diselotip pinggir kiri dan kanannya dengan jarak 1 cm. Kami melakukan beberapa kali pengulangan untuk membuat lapis tipis ini karena lapisan permukaan silica gel yang kelompok kami buat bergelombang. Lapis tipis ini harus rata agar laju dari eluen dan asam amino tidak ada yang terhambat karena gelombang pada lapis tipis tersebut.  Oleh karena itu di dalam membuat lapis tipisnya  hanya dilakukan penarikan silikanya sebanyak satu kali tarikkan agar permukaannya tidak bergelombang.
Ke empat sampel yang kita gunakan kemudian kita teteskan sedikit sekitar 1 tetes pada plat kaca kira – kira 2 cm dari tepi bawah plat yang diteteskan berjajar dengan jarak penotolan kira – kira 3 cm. Lalu asam amino dimasukkan ke dalam ruang kromatografi yang telah diisi dengan eluen. Skala yang dibuat untuk mengukur laju eluen diukur sepanjang 10 cm, namun di dalam prakteknya eluennya tidak naik ke atas lapis tipis sampai pada skala maksimal yaitu 10 cm. Pergerakan laju eluen pada tiap asam amino yang diuji berbeda-beda, masing-masing untuk asam amino arginine, glisin, asparagine dan asam amino X ialah 5 cm, 4,2 cm, 4 cm dan 5 cm. Hal ini disebabkan karena lapisan silica gel yang kelompok praktikan buat terlalu tebal sehingga jarak yang ditempuh eluen (pelarut) tidak sampai pada skala maksimal 10 cm dan hasilnya berbeda-beda untuk tiap sampel yang digunakan.
           
Untuk melihat bercak noda dari jarak yang ditempuh asam amino dapat disemprotkan dengan larutan ninhidrin agar terbentuk warna. Ninhidrin berfungsi untuk melacak jalannya asam amino dengan menimbulkan warna merah pada umumnya pada asam amino. Namun pada sampel yang praktikan gunakan menghasilkan perubahan warna yang berbeda-beda untuk masing-masing asam amino. Uji ninhidrin positif untuk semua asam amino yang memiliki gugus a- amino bebas.  Setelah disemprot dengan ninhidrin, arginine berubah warna menjadi warna ungu, glisin berwarna kuning, asparagine berwarna orange dan asam amino X berwarna ungu. Dari perubahan warna ini praktikan sudah bisa membuat hipotesis bahwa asam amino X itu adalah arginine karena perubahan warna yang ditimbulkan sama. Setelah disemprot dengan ninhidrin, lalu diukur noda/jarak yang ditempuh tiap asam amino menggunakan mistar. Jarak yang ditempuh oleh asam amino arginine, glisin, asparagine dan asam amino X secara berurutan yaitu 3 cm, 3 cm, 3,5 cm dan 3,2 cm. Kemudian baru plat kacanya dikeringkan. Selanjutnya plat kaca yang sudah kering disemprotkan kembali menggunakan penyemprotan kupri nitrat menghasilkan warna merah pada arginin, warna kuning pudar pada glisin, warna orange pada asparagin dan warna merah pada asam amino X. Noda yang timbul ini lalu diukur dan hasilnya berbeda ketika disemprotkan menggunakan penyemprot ninhidrin. Jarak noda setelah disemprotkan dengan penyemprot Cu(NO)3 yaitu arginin 3,1 cm, glisin 3 cm, asparagin 3,7 cm dam asam amino X 3,2 cm.
Setelah semua data hasil diperoleh, praktikan bisa menghitung nilai Rf dari masing-masing asam amino yang digunakan. Cara menghitung Rf dari asam amino yaitu dengan cara membandingkan jarak yang ditempuh oleh asam amino dengan jarak yang ditempuh oleh eluen pada plat/lempeng kaca. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, diperoleh nilai Rf untuk asam amino arginin sebesar 0,6, asam amino glisin  0,71, asam amino asparagin 0,875 dan asam amino X adalah 0,64. Dari semua hasil pengamatan yang diperoleh menunjukkan  bahwa asam amino X memiliki data yang mendekati atau hampir sama dengan data yang diperoleh untuk asam amino arginine. Maka bisa dipastikan asam amino X ini merupakan asam amino arginine.
   Hasil nilai Rf dari semua sampel secara praktek  tidak ada yang sesuai dengan nilai Rf asam amino tersebut secara teori.  Faktor-faktor kesalahan yang membuat hal ini dapat terjadi yaitu kesalahan dalam pembuatan lapisan silica gel yang tebal, dan kurangnya waktu pemanasan yang digunakan untuk mengeringkan lapisan silica gelnya.

XII.          Kesimpulan
1.      Pada Pembuatan lapis tipis, plat kacanya yang digunakan harus benar-benar terbebas dari lemak, karena bila ada dapat mengganggu jalannya kromatografi.
2.      Dalam percobaan kromatografi lapis tipis ini, silica gel bertindak sebagai fase diam sementara eluen atau etanol bertindak sebagai fase geraknya.
3.      Pengidentifikasian asam amino dilakukan dengan melihat noda atau bintik yang dihasilkan, sehingga kita dapat menghitung Rf dari asam amino dengan cara membandingkan jarak yang ditempuh oleh asam amino dengan jarak yang ditempuh oleh eluen pada plat/lempeng kaca.
4.      Untuk memberikan warna pada noda atau bintik yang dihasilkan kita dapat menggunakan larutan ninhidrin dan larutan kuprinitrat sebagai penstabil warnanya karena terjadi ikatan kompleks Cu- ninhidrin yang berwarna.
5.      Nilai Rf asam amino arginin sebesar 0,6; asam amino glisin  0,71; asam amino asparagin 0,875; dan asam amino X adalah 0,64.


XIII.       Daftar Pustaka
Adonara, Erlinda. 2013. Kromatografi Lapis Tipis. (Online).             http://erlindaadonara.blogspot.com/2013/09/kromatografi-lapis-tipis.html.   Diakses pada tanggal 9 November 2015.
Anonim. 2014. Kromatografi Lapis Tipis. (Online).
            Diakses pada tanggal 9 November 2015.
Sendana, Endra. 2013. Kromatografi Lapis Tipis. (Online). 
            Diakses pada tanggal 9 November 2015.












XIV.       Lampiran
Tugas dan Peranyaan

1.    Menganalisa secara kualitatif dengan cara kromatografi lapis tipis satu dimensi. Suatu larutan asam amino yang tersedia, hitung berapa harga RFnya?
Jawab: 25 gram silika gel dalam 50 ml air diaduk sampai homogen, kemudian dituangkan ke atas lempeng kaca yang telah diukur pinggir kanannya 2 cm dan ditempeli dengan kertas dengan plester. Setelah itu larutan silika gel dituangkan dan diratakan. Panaskan silica gel dengan suhu 60oC di dalam oven. Setelah kering silica gel tersebut diukur dari bawah sepanjang 2 cm dan diberikan tanda atau garis. Pada garis itu ditotolkan dengan asam amnio, masing-masing adalah arginin, glysin, asparagine dan asam amino X. Lalu masukkan plat tersebut ke dalam ruang kromatografi yang telah diisi dengan eluen (etanol : air 100 : 39 b/v). Setelah itu dikeringkan dalam oven dengan suhu 110 °C selama 10 menit. Kemudian disemprotkan dengan ninhidrin dan dikeringkan kembali selama 30 menit. Kemudian disemprotkan kembali dengan kupri nitrat. Setelah itu diukur jarak asam amino tersebut adalah sebagai berikut serta harga Rf nya :
Dari hasil pengamatan diketahui jarak yang ditempuh oleh pelarut untuk plat setiap asam amino berbeda-beda. sedangkan untuk asam amino adalah:


Maka:
1.      Arginin                                          3. Asparagin
Rf =  = 0,6                                Rf =  = 0,875
2.      Glisin                                             4. Asam amino
Rf =  = 0,71                           Rf =  = 0,64

2.    Tuliskan reaksi antara ninhidrin dengan asam amino!
Description: Untitled.png

3.    Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi Rf pada KLT?
Jawab: Kepolaran senyawa, jenis pelarut, jarak penetesan, dan fasa diam (adsorbennya).

4.    Terangkan bagaimana orang melakukan analisa kuantitatif suatu zat tertentu dengan cara kromatografi lapis tipis?
Jawab: Dengan menyemprotkan lempeng dengan  asam sulfat 50% atau 25% dalam etanol kemudian dipanaskan sehingga semua bahan organic akan terbakar dan tampak sebagai noda-noda coklat. Mengamati lempeng dengan sinar UV sehingga noda-noda yang menyerap sinar UV atau sebaliknya dengan memancarkannya. Bahan sampel ditotolkan pada salah satu sudut lempeng sebagai suatu titik dan pemisahahn dilakukan setelah lempeng kering. Kemudian dipisahkan lagi dengan satu system solven yang lain dengan arah tegak lurus dari arah semula.

5.    Terangkan bagaimana cara melakukan kromatografi lapis tipis dua dimensi dan bilakah orang terpaksa melakukan cara itu?
Jawab: Dengan mengamati kepekatan warna yang diperoleh. Untuk cara ini, sample diteteskan dipojok kanan bawah dari plat TLC yang berukuran 20 x 20 cm, kira-kira 2 cm dari tepi kanan dan dari bawah. Setelah pengembangan pertama selesai, plat dikeringkan. Untuk mencegah terjadinya kerusakan senyawa yang dipisahkan selama pengeringan sebaiknya dilakukan dengan aliran gas N2. Setelah dikeringkan, plat dikembangkan dengan menggunakan system pelarut yang kedua dengan memutar arah plat 90o. menggunakan cara ini mendapatkan hasil pengembangan yang lebih baik dengan penggunaan dua macam system pelarut, dan apabila pengembangan satu dimensi mendapatkan hasil yang kurang sempurna.


 

No comments:

Post a Comment